Wednesday 4 May 2016

Dunia Panggung Sandiwara(Propaganda)

Dunia memang panggung sandiwara. Kalimat tersebut terbukti dengan banyaknya propaganda. Bertaburan laksana bintang aneka kebohongan. Hal yang sengaja disebar ke seantero publik. Dibuatnya orang percaya, dan berfikir sebagai mana keinginan mereka yang hendak kita sebut para dalang.

Kita semua wayang. Boleh jadi aktor utama yang berkepentingan, atau figuran yang terjebak dalam lingkaran permainan. Secara sadar ikut menyukseskan jalan cerita, tanpa mengerti sedang melainkan sebuah drama.

Orang belajar untuk menerapkan ilmunya dalam rangkaian upaya mengontrol perubahan sosial. Berbagai percobaan dilakukan, untuk hasilnya bisa diaplikasikan secara efektif kedalam tatanan sosial masyarakat.

Kita tak tahu kita sedang dalam kondisi tertipu. Ada juga yang tidak mau tahu kalau dirinya sedang tertipu. Ada juga yang berpura-pura tidak tahu bahwa para penipu itu, mereka ada. Ada juga yang lebih menggelikan lagi, mereka tahu sedang tertipu, namun tidak mengaku bahwa penipuan sedang terjadi, lalu coba untuk menjebak lebih banyak lagi orang.

Kalau tidak percaya coba cek berita pembebasan WNI (Warga Negara Indonesia) yang disandera oleh gerilyawan Abu Sayyaf. Bagaimana para dalang Dan aktor memainkan peran. Menggunakan media untuk menipu, menghasilkan kita yang tidak objektif. Kita yang membenarkan dan juga memilih untuk percaya kepada berita yang kita sukai. 

Sebut saja Metro TV dan Surya Paloh yang coba membuat skenario dan menjalankan film pahlawan. Lalu kemana Kivlan Zein, pahlawan sebenarnya. Lalu apa yang kita percaya ? Apakah kita sudah objektif, atau kita sedang ditipu dan telah tertipu.

Lalu kita lihat bagaimana berbagai stasiun television menyiarkan berita soal Syiria. Kita tidak pernah tahu kalau daesh yang hendak dibombardir Rusia sudah 2 tahun lamanya tidak lagi di Alleppo. Kita hanya diberitahu Rusia dan Syiria akan menyerang Alleppo guna  memutuskan rantai pengiriman senjata kepada siapa yang mereka katakan sebagai "pemberontak".

Kita tidak akan tahu sebelum berbagai LSM menyiarkan gambar-gambar di media sosial. Di Alleppo yang menjadi korban adalah warga sipil. Lebih tragis lagi banyak wanitandan anak-anak yang sesungguhnya tidak bersalah menjadi korban.

Sama seperti ketika banyak orang beranggapan bahwa Iraq berbahaya. Mereka memiliki senjata pemusnah masal. Pada akhirnya terungkap suatu kebohongan besar, bahwa senjata itu tidak pernah ada. Kenyataannya orang telah ribuan terbunuh, menjadi pengungsi dan terlunta-lunta berharap ada negara yang mau menampung mereka.

Setidaknya sama seperti teman kita, atau juga saudara kita yang berdoa untuk Paris, namun melupakan turki. Atau mengganggap syariat Islam di Aceh sebagai suatu tindakan diskriminatif, sedangkan penolakan Islam oleh para aktor politik pujaan mereka di belahan Amerika atau Eropa sebagai bukan suatu yang tersemat atasnya sebagai tindakan yang diskriminatif.

Sama seperti setelah menyenangkan Ikhwanul Muslimin di Mesir, lalu menyusun fenomena Arab Springs. Ini adalah kejadian dimana gerakan politik Islam mulai menyesuaikan diri dengan era demokrasi dan memenangkan Pemilu.

Santer terdengar para kreator Demokrasi berbisik soal penyesalan. Ini adalah tindakan yang belum semua orang tahu. Mereka mengatakan "tidak akan menciptakan demokrasi, seandainya mereka tahu bahwa kedepan (sekarang) kejadiannya akan seperti ini (Islam bisa memang dalam pertarungan diruang terbuka (demokrasi). 

Kita benar-benar telah tertipu oleh mereka yang memiliki kemampuan rekayasa sosial, namun ilmunya digunakan untuk menjalankan skenario jahat. Kita tertipu dengan berbagai propaganda. Inti di sini adalah soal Demokrasi itu sendiri adalah propaganda. Hal tersebut bagian dari sebuah konspirasi global untuk orang dibelakangnya berkuasa.

No comments:

Post a Comment